Saturday, January 2, 2010

Kerja kreatif, siapa bisa

Kreatif - 1 …berkaitan dengan atau melibatkan imajinasi atau ide-ide
orisinil, khususnya dalam memproduksi pekerjaan artistik; 2 …
kemampuan untuk menciptakan aneka gagasan, terutama dalam pikiran,
imajinasi; 3 … orang (-orang) yang menghasilkan karya-karya; dsb…

Di sekolah kehidupan kita semua adalah mahluk pekerja. Sebab dalam
artinya yang luas, makna kata "kerja" dan "pekerjaan" menunjuk ke
hampir semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia atau karya-karya
manusia itu (mesin/alat/ teknologi) . Aktivitas-aktivitas itu ada yang
bertujuan untuk memperoleh nafkah lahiriah, yang kita sebut upah,
gaji, komisi, atau uang. Ada juga aktivitas yang lebih ditujukan
untuk memperoleh nafkah mental, seperti berburu ilmu pengetahuan dan
keterampilan, baik lewat institusi formal (sekolah-akademi-
universitas yang memberi gelar, bersifat akademis) atau informal
(lembaga non-gelar, bersifat praktis), bahkan nonformal (pergaulan
di masyarakat). Tak sedikit pula aktivitas yang ditujukan untuk
mempererat tali silahturahmi, semacam nafkah sosial-emosional dalam
konteks kehidupan. Dan sebagian aktivitas lagi bertujuan untuk
memperoleh nafkah spiritual yang memberikan kecerahan hati,
kedamaian batin, dan ketentraman yang fundamental dalam menghadapi
badai-badai kehidupan.

Meski semua manusia adalah mahluk pekerja, namun para ahli perilaku
organisasi sering membeda-bedakan jenis pekerjaan—dalam arti karier
yang menafkahi kehidupan pekerjanya—menjadi lima kelompok besar.
Pertama, pekerjaan fungsional yang terfokus pada keahlian teknis di
bidang-bidang khusus. Inilah yang dilakukan oleh ahli mekanik,
desain grafis, pustakawan, teknisi, operator, dan sebagainya. Kedua,
pekerjaan manajerial yang terfokus pada proses analisis informasi
dan pengelolaan neka ragam sumberdaya, termasuk memimpin manusia.
Pekerja di bidang manajerial ini disebut manajer, pimpinan, atau
eksekutif. Ketiga, pekerjaan entreprener yang terfokus pada upaya
menghasilkan produk/jasa baru dan/atau membangun organisasi usaha
(perusahaan) yang bertujuan mencetak laba bagi pemiliknya. Kita
menyebut kaum pekerja jenis ini sebagai pedagang, wirausaha,
pengusaha, konglomerat, atau tikon, tergantung pada skala usahanya.
Keempat, pekerjaan negara yang terfokus pada tugas-tugas
administrasi birokrasi dan pertahanan keamanan seperti pegawai
negeri dan militer, dengan jenjang yang jelas dan relatif stabil
sehinga memberikan rasa aman tertentu. Dan kelima, pekerjaan mandiri
yang terfokus pada kebebasan berkarya sesuai dengan irama atau waktu
kerja masing-masing, seperti pada peneliti, seniman, penulis lepas,
konsultan, dan sebagainya.

Banyak orang berpendapat bahwa dari kelima jenis pekerjaan tersebut
di atas, pekerjaan sebagai entreprener adalah jenis yang paling
banyak menuntut kreativitas. Sebab entreprener diharapkan untuk
melakukan inovasi dengan menghasilkan hal-hal baru yang berguna bagi
masyarakat luas atau menemukan cara-cara baru yang memberikan nilai
tambah terhadap sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Lahirnya produk-
produk legendaris seperti Aqua, Teh Sosro, Es Teller 77, Jamu Tolak
Angin, Dunia Fantasi, Kota Wisata, dan sebagainya, selalu digunakan
sebagai contoh kreativitas kaum entreprener di Indonesia. Dengan
kata lain, entreprener dianggap sebagai kaum "pekerja kreatif" di
masyarakat.

Pada sisi lain, sebagian orang melekatkan predikat "pekerja kreatif"
hanya terbatas pada praktisi industri periklanan. Terutama karena
secara eksplisit, dalam industri periklanan di kenal jabatan kunci
yang diberi label "Creative Director". Selanjutnya, ada pula yang
mengaitkan konsep "pekerja kreatif" ini hanya terbatas kepada para
seniman, pemain teater, sastrawan, dan praktisi industri hiburan,
yang umumnya bekerja di luar kantor-kantor tradisional.

Jadi, apakah kerja kreatif itu hanya terbatas milik entreprener,
praktisi periklanan dan industri hiburan? Apakah pekerja fungsional,
pekerja manajerial, dan pekerja negara tidak perlu kreatif, cukup
mengikuti sistem dan prosedur saja?

Terus terang, dari proses pembelajaran saya di sekolah kehidupan,
saya melihat tuntutan untuk menjadi pekerja kreatif, setidaknya di
milenium ketiga ini, berlaku hampir di semua jenis pekerjaan yang
disebutkan di atas. Era kerja keras semata sudah bukan jamannya
lagi, meski sulit bagi sebagian besar orang untuk tidak bekerja
keras. Di atas kebiasaan kerja keras, perlu ditambahkan kemampuan
untuk bekerja secara cerdas, yaitu kerja kreatif.

Dalam konsep kerja keras, indikator pertama yang biasanya
dipergunakan untuk mengukur seberapa "keras" seseorang telah bekerja
adalah lamanya waktu bekerja. Misalnya, jika sebagian orang bekerja
dari jam 8 pagi hingga jam 8 malam, maka ia kita sebut bekerja
keras, sebab orang kebanyakan bekerja dari jam 8/9 pagi hingga jam 5
sore saja. Atau jika orang masuk kantor di hari Sabtu, ketika kawan-
kawannya menikmati liburan akhir minggu, maka ia disebut sebagai
pekerja keras. Atau kalau ada orang yang bekerja sampai 50/60 jam
dalam seminggu, ia masuk kelompok pekerja keras karena umumnya waktu
kerja normal 40/44 jam seminggu.

Untuk mampu menjadi pekerja keras, sudah barang tentu dipersyaratkan
kondisi fisik yang prima. Orang-orang yang mudah jatuh sakit tidak
akan dikenal sebagai pekerja keras. Orang-orang yang tidak
menunjukkan disiplin dalam bekerja, juga umumnya tidak dimasukkan
dalam kategori pekerja keras. Jadi, kesehatan fisik dan disiplin
menjadi indikator kedua untuk dapat mengukur siapakah yang layak
disebut sebagai pekerja keras.

Pertanyaannya sekarang, jika pekerja keras dapat didefinisikan
dengan ukuran jumlah waktu kerja, kesehatan fisik, dan disiplin
kerja, bagaimanakah kita mengukur atau mendefinisikan "pekerja
kreatif" yang bekerja secara cerdas?

Ada orang yang menggunakan istilah "Lazy Achiever" untuk menunjuk
kepada kaum pekerja kreatif ini. Istilah ini sangat provokatif,
sebab bagaimana mungkin seorang pemalas bisa berprestasi? Namun
terlepas dari istilahnya itu, ia menawarkan konsep untuk bekerja 4-5
jam sehari dengan hasil-hasil yang sama atau bahkan lebih baik dari
orang-orang yang bekerja 9-10 jam sehari. Dengan kata lain, pekerja
kreatif adalah mereka yang bekerja dengan waktu yang lebih singkat
untuk memperoleh hasil yang sama atau lebih baik. Disamping itu,
konsep "Lazy Achiever" menunjuk kepada orang-orang yang bisa bekerja
secara mandiri atau berkolaborasi dan tidak terikat pada lokasi
kerja yang disebut kantor. Tempat kerja kaum kreatif ini bisa dimana
saja, mulai dari rumah, garasi, kafe, lobby hotel, kantin sekolah,
taman rekreasi, dan sebagainya. Dan mereka dimungkinkan untuk
bekerja dimana saja karena perlengkapan kerjanya mudah dibawa kemana-
mana (mobile working tools).

Jadi, kerja kreatif diartikan sebagai bekerja dengan waktu lebih
pendek dan fleksibel, secara mandiri atau berkolaborasi, di lokasi
kerja yang juga fleksibel, dengan hasil-hasil yang berkualitas
tinggi. Untuk itu tidak saja diperlukan fisik yang sehat dan
disiplin, tetapi dipersyaratkan penggunaan potensi kecerdasan
lainnya yang telah dikembangkan secara memadai.

Dengan pemahaman seperti di atas, muncul pandangan bahwa kerja keras
adalah fondasi yang perlu, tetapi tidak akan membawa seseorang
kepada kehidupan yang berkualitas. Kerja keras merupakan persyaratan
yang diperlukan, tetapi tidak mencukupi (necessary but not
sufficient condition) untuk menikmati kehidupan yang berkualitas dan
penuh makna. Dan kerja keras hanya menarik jika kita masih dalam
rentang usia 20-40 tahun. Setelah lewat usia 40 tahun, kita
seharusnya telah mampu bekerja secara cerdas, menjadi pekerja
kreatif, yang memberi makna pada hidup yang fana. Demikiankah?

Tabik Mahardika!

Sumber: Kerja Kreatif, Siapa Bisa? oleh Andrias Harefa, Penulis 30
Buku Laris dan Pendiri WRITERSCHOOL

No comments: