Friday, February 20, 2009

EVALUASI UN 2008 : antara BOCORA, SKL DAN KUALITAS PENDIDIKAN

http://gini-arimbi.blogspot.com/2008/04/evaluasi-un-2008-antara-bocoran-skl-dan.html

“Wow.” Begitulah komentar saya mengenai pelaksanaan 3 hari UN 2008 yang berlangsung tanggal 22-24 kemarin dan diikuti oleh 1,3 juta pelajar se Indonesia. Terlalu banyak cerita, terlalu banyak komentar, dan terlalu banyak kesan untuk diungkapkan. Gembar-gembor UN 6 pelajaran memang sudah lama terdengar. Ketika keputusan bahwa UN 6 pelajaran telah final, saya berusaha menghadapi ini seoptimis mungkin. Memprotes pemerintah dengan segala dalih untuk meniadakan UN nampaknya tidak ada gunanya. Saya pikir , “daripada buang-buang waktu memprotes ini itu dan toh UN tetap diakan, jadi lebih baik sekarang belajar, belajar, belajar.” Alhamdulillah, saya berada di SMAN 8 yang sangat perhatian masalah UN. Dari awal, materi pelajaran kelas 3 dipadatkan di semester 1, sehingga semester 2 kita hanya fokus belajar UN. Siswa mengikuti Try Out sampai 6 kali (2 dari sekolah, 3 dari Diknas,1 dari Gunadarma). Setiap hari guru-guru fokus sudah membahas dan mengulang materi-materi UN dari kelas 1. Untuk setiap Try Out anak yang nilainya masih kurang diberikan klinik (pelajaran tambahan), begitu seterusnya. Belum lagi bantuan dari BTA yang selalu memberikan soal-soal pengayaan. Intinya, faktor sekolah sudah memberikan dukungan maksimal bagi murid-muridnya menghadapi UN. UN pun tiba. Awalnya semua berjalan lancar. 3 mata pelajaran pertama UN (B.Indo, Mat, B.Inggris) Alhamdulillah bisa saya kerjakan dengan cukup baik. Saya pun makin optimis bahwa saya bisa melewati ini semua. Sampai ketika hari ke 2, ketika menghadapi soal kimia dan soal IPA lainnya. “Oh Tuhan”, hanya itu yang ada dalam pikiran saya. Untuk Kimia IPA rayon Jakarta, soal hitung-hitungan hanya 5 nomor. Sisanya teori. Dan, teori nya adalah teori yang gak ketebak dan tidak seperti di Try Out. SKL sistem koloid misalnya. Yang selalu muncul di TO adalah soal seperti “sebutkan koloid yang pendispersi gas dan medium pendispersi cair”. Wajar dong kalau anak SMA berasumsi soal seperti yang keluar dan mempelajari itu. Tapi yang keluar di UN adalah soal “manakah contoh di bawah ini yang menggunakan efek fotolistrik sistem koloid?” Saya udah baca soal UN selama 15 taun serta tidak terhitung latian-latian soal kimia UN, dan saya tidak pernah menemukan tipe soal itu. Nah, soal-soal tipe ‘SKL-sih-tapi-mana-gw-tau-itu-yang-bakal-keluar’ seperti itu yang justru banyak ditanyakan. Untuk fisika dan biologi juga begitu. Tidak mirip soal TO. Alhasil, banyak teman-teman saya yang menangis setelah ujian berlangsung. Dan, percayalah, mereka yang menangis itu bukan tipe tidak pernah belajar dan tidak mempersiapkan apa-apa untuk UN. Sama seperti lainnya, mereka kaget karena mereka sudah mempersiapkan semaksimal mungkin, dan nyatanya soal UN tidak sesuai prediksi dan banyak pertanyaan-pertanyaan tidak tertebak yang keluar. Cara Belajar UN dan Tipe Soal Kalau saya survey, rata-seperti ini cara belajar orang-orang menghadapi UN: belajar materi sesuai SKL, banyak latihan soal tipe UN, serta mempelajari soal Try Out Diknas baik-baik. Jika ada yang bilang, “makanya jangan belajar dari try out doang.” Kenyataannya adalah, dalam waktu beberapa bulan, saya harus menguasai materi 3 taun 6 pelajaran yang berbeda. total buku kimia SMA Memang saya yakin soal teori kimia itu ada semua di antara 6 buku ini. Apakah saya harus baca semua ini dari awal? Memang bisa. Tapi apakah efektif? Tidak. Bagiamana nasib 5 pelajaran lain yang harus saya kuasai? Saya harus menguasai klasifikasi monera, fungsi jamur-jamur, juga latihan integral trigonometri. Belum lagi menghafal rumus fisika dan mengerti siklus metabolisme sel. Intinya, dalam waktu cuma beberapa bulan, ada banyak sekali hal yang harus saya hafal dan pelajari. Jelas waktu tidak akan cukup untuk mengulang dengan detail semua buku pelajaran dari kelas 1. Jadi, pilihan pelajar SMA untuk belajar sesuai materi SKL dan soal try out adalah pilihan yang paling realistis. Pertanyaannya, apakah yang membuat soal UN tidak mengacu pada soal TO? Apakah mereka tidak sadar bahwa para pelajar berpegangan pada soal TO? 3 soal TO diknas dan Gundar setelah saya pelajari mirip-mirip dan sangat berpola, membuat saya optimis bahwa soal UN pasti setipe juga. Apalagi saya pikir, ini taun pertama UN 6 pelajaran. Masa sih pemerintah tega memberikan soal yang susah-susah dan terlalu detil? Eh ternyata... Kecurangan UN Hal kedua yang paling meresahkan adalah masalah kecurangan UN. Bangsa Indonesia memang bangsa yang suka gotong royong. Hal ini saya sadari betul ketika UN. Bocoran UN merebak dengan sangat cepat, dari satu sumber ke sumber lain. Dari sekolah X ke sekolah Y, dari satu murid ke semua murid. Jaringan kunci jawaban UN memang menyebar dengan begitu cepatnya. Luar biasa. Oknum yang menjual kunci jawaban UN dengan harga jutaan, anak-anak lalu patungan membelinya, dan jawaban itu menyebar ke seluruh Nusantara sesuai rayon (persis seperti iklan provider yang mengjangkau seluruh nusantara. Satu nusa satu bahasa satu kunci jawaban.) Yang megang kunci jawaban ini pun punya alasan yang berbeda-beda. Ada yang benar-benar malas dan tidak mengerti pelajaran sama sekali dan 100 persen mengandalkan kelulusannya dari kunci jawaban, ada yang sebenarnya lumayan bisa tapi tidak pede, ada yang hanya untuk sekedar nyocokin jawaban. Indikator nya, liat saja pagi-pagi di sekolah masing-masing. Beda kan antara anak yang belajar sambil baca-baca buku, sama anak yang ngegerombol megang hp sambil nulis-nulis di papan jalan. (ngerti kan?) Dan, kunci jawaban ini merebak dengan begitu frontalnya dan sangat meluas. Bahkan ada teman saya di sebuah SMA X cerita, “Di sekolah gue mah semua anak pake kunci jawaban, gak terkecuali. Kita udah nyari ini (kunci jawaban) dari 3 bulan lalu. Di sekolah gue udah tradisi.” Saya tidak pakai, dan saya berusaha tidak peduli dengan orang yang pakai (walopun rasa kesal itu pasti ada). Yang jelas, saya akui saya lebih penakut dari mereka. Saya takut 1.Takut kena balasan 2.Takut ketauan 3.Takut kunci jawaban salah (gimana coba rasanya nggak lulus UN karna pake kunci jawaban salah? Saya nggak kebayang.) Walaupun saya nggak pinter-pinter amat dan masih tidak yakin bakal lulus UN, saya percaya ongkos produksi otak saya lebih mahal dari kunci jawaban yang dibeli dengan harga jutaan itu. Kembali ke topik. Jadi, bagi ada orang non pelajar kelas 3 SMA bertanya, “masa sih UN kemarin ada kecurangan?” Saya akan dengan pasti menjawab, “Absolutely YES 100%.” Jadi kalau pemerintah memberi kesimpulan bahwa “Secara umum UN 2008 berjalan lancar dan fair.” Saya adalah orang pertama yang ketawa mendengar itu. Lancar mungkin iya. Fair? Silahkan si orang pemerintah itu tanya sendiri ke keponakan atau anaknya yang kelas 3 SMA. Esensi UN Saya sangat hargai niat baik pemerintah yang berusaha menegaskan UN untuk meningkatkan standar pendidikan. Jika dilakukan benar, tujuannya mulia. Saya sendiri merasakan dampaknya. -Saya jadi dipaksa belajar. Tadinya, saya sangat lemah dan tidak suka pelajaran biologi. Nilai TO pun gak jauh dari angka 4 dan 5. Tapi, karena ada UN, mau nggak mau saya harus pelajari sampai bisa. (feel dan usaha yang akan dikeluarkan antar UN dan UAS pasti beda) - Saya juga sadar bahwa rata-rata daya juang belajar pelajar Indonesia masih amat sangat rendah. Dengan adanya UN 6 pelajaran orang-orang jadi panik dan ikut bimbel sana sini. Hal yang bagus bukan, akhirnya mau nggak mau, suka nggak suka, orang jadi belajar. -UN juga memberikan dampak langsung ke semua sistem di sekolah. Tidak hanya murid, kepala sekolah dan guru pun berjuang mati-matian agar anak didiknya bisa lulus UN. Berbagai program pengayaan dan tambahan pun dilakukan menghadapi UN. Intinya, jika saja indikator pencapaian UN bisa ditakar dengan tepat, banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil. Semua pihak akan bekerja lebih keras. Bukankah itu sesuatu yang bagus? (ini semua di luar konsep bahwa akhirnya sistem pembelajaran akan jadi score oriented dan UN oriented. Percuma membuat sistem belajar yang interaktif, mendorong anak jadi kritis, dll. Tapi tidak usahlah kita bahas itu sekarang.) Tapi, realistis aja, hal-hal yang terjadi pada prakteknya benar-benar menyimpang. Esensinya jadi berubah. Secara umum, mental pelajar Indonesia masih belum siap. Alhasil, karena ketakutan tidak lulus UN, mencari bocoran adalah jalan pintas yang mereka tempuh. Saran Untuk Pemerintah Jelas, saya ingin pendidikan di Indonesia lebih maju. Buat apa keluar anggaran 500an milyar untuk UN kalau target peningkatan kualitas pendidikan tidak tercapai? Buat apa kalau adanya UN justru dijadikan lahan bisnis bagi para cukong-cukong kunci jawaban? Pemerintah harus evaluasi betul pelaksanaan UN tahun ini. Dan, inilah evaluasi dari saya. Evaluasi langsung dari kacamata seorang pelajar kelas 3 SMA. Percayalah, saya tidak mengada-ada atau muluk-muluk. Saya juga bukan pelajar yang dari awal sudah menyerah duluan dan tidak berusaha menghadapi ini semua. Saya hanya ingin pemerintah sadar atas 2 masalah yang amat sangat nyata : kecurangan UN serta ketidak sesuaian bobot soal. -Pembuat soal harus konsisten dengan SKL dan merujuk pada try out. Jika teman-teman saya di sekolah unggulan dengan fasilitas bagus saja sampai nangis menghadapi soal seperti itu, apa yang pemerintah harapkan dari SMA yang serba kekurangan? Sebetulnya, menurut saya, untuk mengkompensasi dampak ketidak merataan standar pendidikan di berbagai SMA, maka dari itu UN harus gampang. UN harus sesuai SKL. UN harus mirip-mirip soal TO. -Sindikat kunci jawaban harus ditangkap sampe bener-bener bersih ke akarnya. Kalau perlu murid-murid yang tertangkap basah make kunci jawaban juga ditindak, juga guru-guru yang terlibat (ekstrim emang. Mengingat jika hal ini benar-benar terjadi pertanyaan bukan ‘berapa yang akan tertangkap’ tapi ‘berapa yang tidak akan tertangkap’.) Tapi ya, untuk mengubah sesuatu yang udah sedemikian umumnya dan udah sedemikian membudayanya perlu diperlukan langkah sangat tegas walaupun akan menimbulkan kontroversi (seperti penangkapan anggota DPR yang korupsi akhir-akhir ini oleh KPK yang memberikan shock therapy untuk masyarakat). Kira-kira begitulah yang bisa saya ceritakan. Untuk teman-teman 2008 lainnya, share your UN experience here!

No comments: