Sunday, May 31, 2009

Bagian 2 : Rencanakan Pendidikan Masa depan Berarti Merencanakan Hidup

Sikap mental ketiga yang menurut saya menjadi besar maknanya ketika siswa sudah mempunyai dua hal tadi, yaitu mental Keberhasilan. Selalu adalm percakapan di ruang Bimbingan Konseling adalah kalimat-kalimat kegagalan. “Pak, kira-kira saya lulus tidak, ya ?”. “Pak, saya tidak yakin lulus.” Padahal kalimat yang bagus akan lebih baik hasilnya. “Pak saya perlu doa dari Bapak, agar saya bertambah yakin dapat diterima di ITB.” “Kira-kira apalagi Pak, yang saya harus lakukan agar Allah meridhoi Ujian saya kemaren ?”.
Ada ungkapan bijak yang selalu menjadi rujukan agar kita mempersiapan sebuah pertarungan yang baik, jangan pernah melakukan sebuah pertempuran yang kita yakini tidak akan pernah memenanginya. Hal ini menunjukkan kepada kita untuk mempersiapkan semua pertempuran dengan persiapan matang. Salah satu hal yang selama ini perlu diperhatikan siswa adalah mengubah pola belajar.
Pola belajar adalah bentuk dan metode belajar yang sehari-hari dilakukan. Tanpa sadar siswa telah membentuk polanya masing-masing. Tetapi kalau kita lihat sebenarnya bisa dibagi menjadi dua bagian besar. Siswa yang rajin belajar dan siswa yang tidak rajin. Untuk siswa yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata dua metode ini masih mempunyai dampak yang baik, tetapi buat siswa yang di bawah rata-rata, maka hanya pilihan yang rajin belajar saja yang mampu meningkatkan kompetisi siswa. Rajin atau tidaknya siswa belajar, ternyata dipengaruhi banyak faktor. Tetapi jika siswa telah memiliki pilihan hidupnya, dukungan orang tua dan lingkungan, serta keinginan yang ingin berhasil dan hidup mandiri kelak, maka hal ini akan memperkuat pilihan kepada pilihan siswa rajin belajar.
Masa lalu orang tua kita selalu mengatakan belajar dua jam setelah sholat maghrib, sehingga bisa tidur di jam 21.00. Sekarang dengan kemajuan teknologi, kompetisi untuk mencapai yang terbaik, banyak siswa mengubah pola tersebut. Bukan lamanya waktu yang menjadu target, tetapi berapa halaman, berapa soal dan berapa banyak “hal” yang kita dapat. Kalau kita menghitung-hitung waktu belajar siswa, mulai dari era 80-an, amat berbeda sekali. Era 80-an, mulai timbul banyak bimbingan belajar. Sehingga siwa, sepulang sekolah langsung menuju bimbingan belajar. Hingga saat ini pola itu berjalan. Jam 07.00 – 15.30 siswa berada di sekolah, pukul 17.00 – 21.00 siswa ada dibimbingan belajar, 22.00 sampai rumah dan tertidur. Bahkan beberapa anak, karena masih merasa kurang, jam 04.00 sudah bangun dan belajar kembali untuk menghadapi pelajaran sekolah hari itu.
Siswa yang selama belajar di rumah menggunakan pola bukan hanya membaca atau menghapal teori, tetapi juga melakukan latihan, tentunya akan mempunyai keberhasilan tinggi. Siswa dengan pola ini telah menggunakan pola pembelajaran yang benar. Belajar bukan hanya membaca, terus selesai. Melakukan latihan adalah proses yang harus terjadi jika ingin belajar menjadi hal yang berguna. Evaluasi harus dilakukan.

Selalu mengevaluasi kemajuan dan kekurangan
Setelah melakukan proses pembelajaran, baik di sekolah, di bimbingan atau di rumah, siswa telampau sulit untuk sedikit mempunyai waktu menilai pembelajaran yang telah dilakukan. Selama ini proses pengukuran hasil belajar hanya dilakukan dengan ketercapaian nilai. ”Alhamdulillah nilai saya 75.” Evaluasi pembelajaran yang baik bukan hanya kemajuan mendapatkan nilai, tetapi juga kepada kegagalan mendapatkan nilai pada poin atau bagian lain. Belajarlah dari kesalahan. Itu kalimat bijak sekali.
Setiap habis try out, saya selalu bertanya : apa saja yang salah ? Buatlah daftar ketidakmampuan kamu, itulah kekurangan kalian. Ternyata dari 25 soal Matematika Dasar, saya tidak mampu mengerjakan Persamaan Linier, Fungsi Turunan, bahak Probabilitas. Atau : dari semua soal tenses, saya hanya benar 2. Buat daftar kekurangan atau ketidak mampuan tersebut. Tempelkan di dinding dekat meja belajar. Tempelkan pula nilai try out atau nilai tes dari latihan di sekolah atau bimbingan belajar.
Hal ini akan membuat para siswa semakin sadar, dimana ketidak mampuannya, dimana kemampuannya. Hal ini penting, karena siswa lain boleh jadi tidak mengevaluasi dirinya. Ini akan lebih berguna ketika para siswa mulai tahu standar minimal untuk masuk ke Jurusan atau Fakultas di PTN tertentu. Camkanlah, seorang siswa yang tahu akan kekuarangannya, dia akan belajar dan akan terus belajar. Tetapi seorang siswa yang tahu akan kemampuannya, dia akan merasa mampu, boleh jadi tidak mau meningkatkan kemampuannya.

Menjaga komitmen
Masa kelas XII, merupakan masa yang krusial. Ada siswa yang makin mantap dengan pilihannya, ada yang mulai ragu, tetapi yang lebih parah ketika ada siswa yang tidak mau berubah menjadi baik. Masih ingin main, kongkow-konngkow, dugem dan sejenisnya. Kelas XII masa yang menentukan. Salah mengambul sikap, maka menyesalnya berkepanjangan. Masa libur panjang kenaikan kelas XI ke kelas XII manfaatkan sebaik mungkin. Kelas XII nanti, jangan pernah berpikir untuk libur terus. Pertempuran di kelas XII. Senapan harus terisi terus dengan peluru. Kesiapan mental dan stamina akan amat menentukan.
Ada juga faktor penggoda. Mau cari kekasihlah, putus pacar, dimarahin orang tua, dihukum guru dan bahkan ada siswa yang karena merasa sudah paling tua, menunjukkan bakat ”asli terpendam”. Tidak disiplin, rajin menyontek dan bahkan menghilang dari sekolah, bolos. Padahal kalau siswa hadir dan mengikuti semua kegiatan, dia akan tahu apa yang harus diperbaiki agar lebih berkompeten dari siswa lain. Harus diingat, belajar yang ada kompetitornya akan lebih baik ketimbang belajar mandiri tanpa kompetitor.
Komitmen yang tinggi untuk berhasil di semua ujian, akan membuat para siswa mempersiapkan lebih matang, tidak tergoda, dan bahkan tidak akan mengubah pilihan secara dadakan dan tanpa pemikiran matang.

No comments: