Thursday, May 28, 2009

Bagian 1 :Rencanakan Pendidikan Masa depan berarti Merencanakan Hidup

Masa kelas XI akan  berakhir, banyak kenangan yang telah terlewati. Dari kenangan indah hingga kenangan yang mungkin mengaharu biru. Dapat kekasih, dapat nilai mid semester bagus, dan tentunya naik kelas. Di sisi lain mungkin saja, kehilangan HP, terlambat masuk hingga orang tua dipanggil, hingga ketahun menyontek. Semuanya tetap menjadi kenangan indah kelas XI. Kelas XI tetap harus dilewati karena tidak selama siswa kelas XI terus. Siswa akan memasuki masa perjuangan sesungguhnya. Kelas X dan XI amat menentukan perjuangan siswa selanjutnya. Jika siswa telah terbiasa berjuang keras, membangun kompetisi yang sehat, menetapkan pilihan perkuliahan, maka akan lebih mufah menghadapi dan mengisi hari-hari di kelas XII. Kemampuan dasar akademis ditanamkan di kelas X dan XI, kelas XII berupa pengulangan dan penguatan. Dapat dipastikan bahwa materi pembelajaran sepenuhnya diberikan di kelas X dan XI. Kelas XII hanya berisikan sebagian kecil materi pokok. SMA Negeri 8 Jakarta sebagai sebuah sekolah unggulan nasional, mempunyai sebuah formulasi untuk membuat siswanya dapat berhasil mencapai cita-cita. Cita-cita yang paling dekat adalah berkuliah di Perguruan Tinggi sesuai dengan minat dan kemampuan. Tulisan ini kami buat sebagai gambaran kegiatan siswa kelas XII saat menjalani hari-hari di sekolah dan kegiatan luar sekolah, sehingga siswa mampu untuk mewujudkan cita-citanya.

Tulisan ini didasarkan pada pengalama menjadi guru Bimbingan Konseling di SMA Negri 8 Jakarta. Sehingga mungkin saja yang kami tuliskan di paparan ini tidak sesuai dengan kenyataan setiap individu. Minimal para siswa mendapatkan gambaran tentang persiapan kakak-kakak mereka di tahun lalu mewujudkan cita-citanya. Sebenarnya ada 4 aspek yang akan kami bicarakan, yaitu siswa, guru, bimbingan tes/belajar dan orang tua. Kami akan lebih banyak membicarakan 3 aspek, yaitu siswa, bimbingan belajar/tes dan orang tua. Bukan mengecilkan arti peran guru, tetapi lebih kearah penghormatan kepada guru, yang telah berjuang menanamkan pondasi keilmuan, dan selalu dilupakan saat siswa diterima di Perguruan Tinggi. Siswa dan orang tua hanya akan mengingat Bimbingan Belajar/tes yang telah mengantarkan siswa mampu berjuang dalam ujian masuk perguruan tinggi. Kewajiban guru hanya mempersiapkan siswa mampu menghadapi ujian nasional. Tetapi terkadang menjadi lucu ketika siswa gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi, justru guru yang dipersalahkan. Terkadang siswa juga akan menyakiti guru ketika mendekati masa-masa ujian masuk perguruan tinggi, dengan seenaknya siswa meninggalkan kelas menuju bimbingan belajar. Guru akan tetap bersemangat mengajar para siswa yang tersisa di kelas dengan semangat dan senyum. Guru SMA Negeri 8 Jakarta akan tetap berdoa untuk kebaikan anak didik. Tiga tahun yang lalu para siswa datang ke SMA Negeri 8 Jakarta dengan semangat yang amat tinggi, mewujudkan cita-cita, bukan hanya dapat masuk ke SMA Negeri 8 Jakarta, tetapi berkompetisi dengan para siswa terbaik se-Jakarta, juga tetap dalam jalur yang benar, menuju universitas pilihan. SMA Negeri 8 Jakarta selalu menjadi pilihan siswa SMP, sehingga rata-rata nilai masuk menjadi tinggi. Tahun lalu saja sudah mencapai angka rata-rata 9,3. Nuan SMP tertinggi DKI dapat dipastikan selalu menjadi siswa SMA Negeri 8 Jakarta. Sehingga dapat dipastikan, siswa SMA Negeri 8 Jakarta adalah sekumpulan anak terbaik di DKI Jakarta. Sebuah beban berat yang harus dipikul para guru. Mendidik anak pandai, justru tidak semudah mendidikan anak dengan kemampuan rata-rata. Argumentasi dan logika menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengajaran di SMA Negeri 8 Jakarta. “Kenapa demikian, Pak?”. Atau,”Bukannya ……., Bu ?”. Di SMA Negeri 8 Jakarta, posisi siswa akan terlihat dari 3-4 bulan pertama di sekolah. Ada siswa yang langsung mampu beradaptasi, ada yang tidak peduli, atau ada juga yang sudan berteriak akan ketidak nyamanan. Siswa yang dari asal SMP telah menikmati kompetisi secara akan terus mampu menikmati pembelajaran, tetapi yang “karbitan” akan mulai tersengal-sengal. Akan lebih parah terhadap siswa yang hanya mampu mempunyai nilai baik saat UJIAN NASIONAL saja. Ini masa lalu siswa, jadi tidak perlu dibicarakan lagi.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

• Tentukan Pilihan Cita-cita, Jurusan dan Perguruan Tinggi

• Ubah mental dan pola belajar

• Selalu evaluasi kemajuan dan kekurangan

• Menjaga komitmen Tentukan Pilihan Cita-cita, Jurusan dan Perguruan Tinggi

Cita-cita, jurusan dan Perguruan Tinggi merupakan awal dan roh perjuangan siswa. Kalau hanya lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta, jangan melanjutkan membaca tulisan ini. Banyak siswa bahkan sampai kelas XII semester genap belum tahu mau jadi apa, akhirnya semua ujian masuk perguruan tinggi dicobanya. Hasilnya bisa ditebak. Beberapa anak akan mengikuti profesi bapak atau ibunya, beberapa anak terinspirasi paman atau kakaknya, tetapi banyak juga yang dipaksa orang tuanya. Kebijaksanaan orang tua melihat potensi dan kemampuan siswa , serta kemauan siswa justru akan menjadi kekuatan yang berlimpah dan kontinyu.

Terkadang cita-cita masa kecil akan berubah dengan perubahan masa usia, level sekolah dan bahkan tingkat hubungan dengan orang sekitar. Ada siswa yang dari kecil ingin menjadi dokter, keluarga di rumah memang lulusan kedokteran, akan berubah saat bertemu dengan orang tua siswa lain yang berhasil di Pemerintahan misalnya. Atau akan berbeda juga ketika seorang anak menentang orang tuanya karena tidak mau menjadi ABRI atau birokrat hanya karena melihat tanyangan kekerasan saat demonstrasi. Tetapi yang paling nyata terlihat adalah sesbuah kondisi keberhasilan hidup yang selalu ditilai dengan “kemampanan”. Orang tua akan amat berbahagia, apabila anaknya bisa masuk ke Pendidikan Dokter. Seakan telah memenangkan perjuangan hidup. Menjadi dokter adalah pilihan hamper 80% siswa dan oran tua. Selain masa depan yang pasti dokter juga masih merupakan profesi terhormat dan “kaum terdidik”. Banyak hal yang membuat orang menentukan sebuah cita-cita, dan yakini cita-cita adalah sebuah proses pemilihan dan bahkan menentukan pilihan hidup seseorang. Karena sebuah proses, maka seseorang akan menentukan sebaik mungkin. Bukan secepat mungkin, bukan kata “si A”, bukan karena tidak enak dengan “si B” atau lainnya.

Ada pun factor-faktor yang menyebabkan “pendewasaa” cita-cita adalah :

1. Pendidikan Orang tua dan sikap hidupnya

2. Informasi dari keluarga, guru atau rekan di sekolah

3. Perguruan Tinggi

4. Dunia kerja

5. Lain-lain

Orang tua bisa menjadi faktor yang menyulitkan siswa, dalam menentukan pilihan jurusan saat pemilihan jurusan atau fakultas. Sebagian orang tua yang melihat perkembanganya anaknya, tahu akan nilai-nilai rapor, sering berbicara tentang masa depan, diskusi yang acap kali terjadi di meja makan malam atau mendampingi anak untuk datang ke Pameran Pendidikan akan lebih terbuka akan pilihan-pilihan. Berbahagialah para siswa yang mempunyai orang tua yang mendukung cita-citanya, minimal satu kendala telah teratasi. Bayangkan beban siswa akan bertambah harus mempersiapkan bahan ujian, stress dengan kompetitor di sekolah, bahkan tertekan dengan nilai-nilai Try Out yang tidak naik-naik. Orang tua yang mempunyai pandangan terbuka, dimana para siswa diperkenankan memilih untuk hidupnya. Tidak kaget oleh pilihan siswa yang berbeda, atau malah menjadi teman dalam memilih jurusan atau fakultas, wah berbahagia sekali. Ketika ada sedikit perbedaa, maka para siswa akan mencari sumber lain untuk “meridhoi”pilihannya sendiri. Bisa keluarga. guru aatau teman. Alangkan bagusnya jika informasi yang adalah gabungan dari ketiganya. Karena ketiganya punya kekurangan. Tentunya jika anak diberikan perangkat teknologi akan lebih baik lagi. Dunia maya tersedia banyak informasi terkini. Situs perguruan tinggi mudah diakses. Siswa yang ikut milis beasiswa atau milis pendidikan daripada siswa yang terlalu “jadul” dengan teknologi. Apalagi belakangan ini banyak mahasiswa atau siswa sering bertukar informasi dan pengalaman menghadapi Ujian seleksi masuk perguruan tinggi, blog bahkan facebook menjadi ajang pertukaran informasi. Tiap hari Sabtu dan Minggu, beberapa siswa kelas XI mulai rajin melihat lapangan kerja, mereka ingin mendapatkan informasi kebutuhan pasar. Beberapa bidang pekerjaan memang tidak diiklankan, tetapi minimal siswa tahu. Jurusan dan Fakutas apa yang sedang tren. Ubah mental dan pola belajar Ini bagian kedua yang terpenting. Ketika siswa telah menentukan cita-cita atau pilihan ini, maka target telah terpilih.

Saya selalu meminta para siswa untuk punya target berisi dua hal, target jurusan dan target fakultas/PTN-nya. Jika siswa memilih Pendidikan Dokter, maka PTN bisa di UI atau di tempat lain. Tetapi jika memilih UI lebih dahulu, maka siswa akan hanya mempunyai pilihan sekitar 38 jurusan yang ada di UI.

Kalimat saya kepada siswa adalah ubah mental dan pola belajar. Target naik kelas menjadi diterima di perguruan tinggi. Naik kelas, lulus dari sekolah dengan metode ujian yang berbeda. Keduanya menggunakan pola ujian EVALUASI. Sementara diterima di PTN adalah pola ujian SELEKSI. Pola evaluasi akan lebih mudah dilalui, karena semua soal yang diujikan pasti telah dipelajari dan dilatih. Patokan nilai kelulusan jelas sekali, sehingga siswa berpikir untuk lulus dengan berapa soal harus dijawab dengan benar. Pola evaluasi dilakukan untuk mengakhiri sebuah kegiatan belajar mengajar. Pola seleksi, dilakukan oleh lembaga di luar yang memberi pembelajaran. Walau pun ada standar nilai terendah untuk dapat ikut seleksi kelulusan, tetapi sesungguhnya batas kelulusan bukan nilai mutlak, tetapi lebih kearah jumlah daya tampung yang tersedia. Daya tampung menjadi faktor pembatas. Satu sikap mental yang paling utama harus ada dari kondisi ini adalah : mental kompetisi. Ujian masuk perguruan tinggi adalah ajang kompetisi. Siswa yang terbiasa berkompetisi pasti akan mencari nilai terbaik, dan hanya siswa yang mempuyai kompetensi yang baik di semua mata uji, Sebuah keberhasilan ada di puncak karena di bawahnya ada ribuan tumpukan kegagalan. Selama ini orang hanya melihat sebuah keberhasilan, tidak melihat prose situ terjadi, ribuan kegagalan menyertai. Konsistensi adalah sikap mental kedua.

No comments: