Thursday, February 18, 2010

Orang Gemuk Kualitas Spermanya Payah

Kamis, 18 Februari 2010 | 08:20 WIB
KOMPAS.com — Dampak kegemukan atau obesitas pada kesehatan terus dikaji para ahli. Studi terbaru mengungkapkan, pria yang obesitas memiliki kualitas sperma yang buruk dibandingkan dengan pria yang berat badannya seimbang.

Selama beberapa dekade para ahli meneliti dampak kegemukan pada kesuburan seorang pria. Beberapa literatur menyebutkan, kualitas sperma pria gemuk lebih rendah, antara lain terlihat dari jumlah sperma yang sedikit dan sperma yang mampu berenang dengan gesit.

Studi teranyar yang dilakukan peneliti dari Argentina semakin menguatkan studi-studi sebelumnya. Para peneliti mengevaluasi contoh air mani 794 pria yang bersama pasangannya sedang melakukan program kehamilan.

Para peneliti menemukan bahwa 155 pria yang tergolong obesitas memiliki sedikit sperma yang mampu berenang dengan gesit dan mampu berpindah tempat dibandingkan dengan pria yang berat badannya normal.

Pria gemuk juga cenderung memiliki kadar neutral alpha glucosidase (NAG), yakni enzim yang dikeluarkan oleh cairan epididimis, yang menandakan apakah sebuah sel sperma matang dan dapat berenang. Kadar NAG dalam cairan mani bisa menjadi pertanda baik buruknya fungsi epididimis.

"Ini adalah studi pertama yang mengungkapkan dampak obesitas terhadap fungsi epididimis. Meski begitu, bukan berarti seorang pria akan menjadi tidak subur karena berat badannya bertambah," kata Dr Ana Carolina Martini dari National University of Cordoba, Argentina.

Meski berpengaruh pada sedikitnya jumlah sperma yang aktif berenang, dalam riset yang dilakukan Dr Ana ini tidak ditemukan dampak kegemukan pada kualitas air mani, termasuk jumlah sperma, kadar testosteron, dan jumlah sperma dengan bentuk yang normal.

Walau demikian, Dr Ana mengungkapkan, masih ada kesempatan bagi pria gemuk untuk meningkatkan kualitas spermanya dengan cara mengurangi bobot tubuhnya. Penelitian menunjukkan, pengurangan berat badan mampu mengembalikan keseimbangan hormon reproduksi.

Penelitian ini, papar Dr Ana, memiliki beberapa pembatasan, yakni responden adalah orang yang memang memiliki masalah kesuburan dan kadar indeks massa tubuh yang sebenarnya tidak bisa menjadi ukuran berapa lemak tubuh yang sebenarnya. Para ahli mengatakan, pengukuran lemak di perut lebih efektif untuk mengetahui kadar hormon seks dibandingkan dengan indeks massa tubuh.